Minggu, 30 April 2017

B.e.r.s.y.u.k.u.r #edisiMudik36jam

Sebagai Homo Religius atau mahluk beragama, tentu saja saya meyakini kehendak Sang Pencipta sebagai rencana terindah. Tentunya tanpa melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai pengambil keputusan lo ya.. Tetapi meskipun demikian bahkan saya meyakini bahwa keputusan saya tidak betul-betul lepas dari keinginan-Nya mengarahkan hidup saya. Amin.

Sampai saat ini sudah begitu buanyaaaaak sekali rahmat dan berkat yang sudah Allah berikan dalam hidup saya, sehingga rasanya tidak cukup hanya mengucap syukur dalam doa-doa. Saya ingin membagikannya kepada banyak orang. Mungkin supaya semakin banyak berkat yang diberikan-Nya buat saya yah.. hehee... Amiiin.

Lebaran tahun 2016 merupakan hari Raya yang cukup berkesan buat saya hingga hari ini. Pembukaan exit tol baru Brebes Timur sempat menggoda kami untuk mencobanya. Bayangkan saja, betapa kurang isengnya kami, merayakan lebaran juga enggak, butuh silaturahmi ke keluarga yang merayakan juga enggak, nah kan..

"eh, Ma.. tol baru sudah dibuka lho, di Brebes.. wuaah, perjalanan kita bisa lebih cepat niih", ujar si papa.
"Ayook, kita jalan ke Semarang, yook.. sambil nyoba tol baru..", tambah semangat dia...

Berhubung lebaran tahun itu jatuh di hari Rabu dan Kamis, dan pemerinta berbaik hati mengurangi jatah cuti kita dengan menetapkan cuti bersama di hari Senin, Rabu dan Jumat, maka praktis kita memiliki hari libur satu minggu.
Nah, gambling dimulai di sini.. Kapan kita mulai jalan? Di hari Kamis, seminggu sebelumnyakah? hari Jumat? atau Justru mendekati hari Minggu? dengan harapan jalur mudik akan terbagi rata ramainya karena panjangnya waktu libur sebelum lebaran. Silly me...!! It never happen... Si Papa sibuk mengikuti berita jalur mudik di televisi, dan bilang kalau jalur mudik lancar jaya. Tanpa kami berpikir bahwa bersamaan dengan itu 13 juta orang berpikir hal yang sama.. (http://www.dephub.go.id/welcome/readPost/badan-litbang-kemenhub-prediksi-25-juta-orang-akan-mudik-tahun-ini)

Daan, terjadilah yang harus terjadi, haahahaaa.. M.A.C.E.T.
Bahkan semua berita nasional memberitakan kondisi macet yang dikategorikan sebagai macet mudik terparah.
http://regional.kompas.com/read/2016/07/04/13524671/.ini.luar.biasa.macetnya.ini.mudik.paling.parah.
http://www.viva.co.id/ramadan2016/read/796250-macet-mudik-lebaran-2016-mabes-polri-minta-maaf
https://news.hargatop.com/2016/07/01/berita-info-jalur-mudik-lebaran-2016-sore-ini-macet-parah-di-exit-gt-brebes-timur-jalur-pantura-lancar/4127332.html

Perjalanan dimulai Sabtu, 2 Juli 2016 dini hari.. Dengan semangat 45, kami mulai berjalan. Sangaaat optimis bahwa perjalanan akan lancar.. yaiyalah, kalau baru mulai jalan saja sudah loyo, bagaimana selanjutnya, ya gak.. Maka kami mulai perjalanan dengan doa dan semangat.

Google Maps mulai menunjukkan keperkasaannya... Setelah setengah jam perjalanan, Dia menyuruh kami keluar dari tol cikampek dan menyusuri jalan biasa. Kami ikuti saja.. Saat itu di HP tertera waktu perjalanan akan berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Makin optimislah kami... 461, 7 km ditempuh dalam 8 jam seperti perjalanan-perjalanan normal kami sebelumnya.

Selang satu jam berikutnya kami menyusuri Karawang Barat, lalu Karawang Timur melalui jalur biasa. Jalur memang tidak macet, tetapi tidak selancar perjalanan kami sebelumnya. Kami cek lagi, waktu tempuh perjalanan, anehnya masih tetap 8 jam.. Kenapa tidak berkurang juga? [sekarang saya paham, itu terjadi karena dari seluruh jalur yang akan kami tempuh, kepadatan kendaraan sudah menuju titik jalur pantura.] Ini artinya kami berkompetisi dengan ribuan kendaraan yang sedang menuju arah yang sama..

Sampai jam 7 malam, kami bahkan masih belum sampai Tegal. Berarti sudah 16 jam kami di jalan. Yang perlu disyukuri adalah, baik papa Atha, Atha maupun mamanya berada dalam kondisi psikhis yang sangat baik. Kami bisa menyikapi perjalanan ini dengan sangat positif. Anaknya bahkan masih bisa bercanda-canda. Heheee... bayangkan saja, kalau yang terjadi sebaliknya.. Haduuuh.. lelah lahir batin dong..

Malam hari itu, pikiran-pikiran ingin lepas dari situasi macetpun muncul. Dari yang ingin belok ke jalur selatan, ingin mampir ke Wonosobo, sampai ingin menginap dulu di jalan. Tidak semuanya ingin diseriusi. Yaiya, karena ini hanya pikiran nakal yang muncul untuk melepaskan diri.
Perjalanan padat di jalur pantura, membuat papa Atha berniat belok melewati jalur Selatan. Analisisnya jalur Selatan tidak akan sepadat jalur yang sedang dilewati. Tapi ternyata masuk ke jalur selatan dari jalur utara ketika waktu mudik, tidaklah mudah. Semua jalur tertutup. Tapi dasarnya BEJO, ada satu waktu, kami justru diarahkan ke jalur selatan.

Setelah akhirnya berhasil masuk di jalur selatan, kami melewati jembatan yang melintasi jalan tol Pantura yang macet total. Di situ kami merasa sangaaat bersyukur. Jam 09.00 malam itu, rasa syukur kami rayakan dengan makan bakso.

Ternyata jalur selatan tidak seindah yang dibayangkan. Kami tetap berkutat dengan macet di mana-mana. Bahkan bahan bakar mobil yang mulai tiris mau tidak mau memaksa untuk berhenti dan menginap di POM Bensin.
Jam 00.30 kami sampai di POM Bensin yang ketiga (karena di kedua stasiun pengisian yang sebelumnya, kami kehabisan bensin dan pada saat itu, masih berpikir bahwa siapa tahu POM yang berikutnya masih ada bensin. Tapi kembali lagi, kami lupa kalau kami bersaing dengan begitu banyak kendaraan dengan kondisi yang mirip).
Beritanya di sini:
http://ramadhan.kompas.com/article/read/2016/07/04/22543131/terjebak.macet.pemudik.terpaksa.beli.bensin.eceran.rp.50.000.per.liter

Oke.. kembali ke POM Bensin yang ketiga ini. Kami sempat bingung dengan situasinya. Banyak orang, banyak kendaraan mengantri, tetapi tidak ada transaksi apa-apa, malah banyak orang yang tidur-tiduran di situ. Suami sempat ragu tetapi tetap memasukkan mobil ke dalam POM Bensin.
Setelah ditanyakan, ternyata tanki pengisi bahan bakar masih di jalan, sudah jalan sejak jam 4 sore dan belum tiba juga jam 12 malam. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu, mengantri, sambil beristirahat. Karena tidak mungkin juga bisa berjalan jauh dengan kondisi bahan bakar kritis begini.

Bergantian dengan papa Atha untuk menemani anaknya yang mulai eksplorasi, kami mencoba menikmati tempat sambil beristirahat. Tidak terasa lama, sekitar jam 6.30 pagi, tanki pengisian bahan bakar sudah tiba.. Puji Tuhan..

Setelah melewati situasi 'mulur' dan 'mungkret', istilah yang dipakai Ki Suryomentaram untuk menggambarkan suasana hati senang dan susah. Suasana hati senang (bungah) dan susah akan terus muncul silih berganti dalam setiap peristiwa hidup kita. Maka setelah pengisian bahan bakar, rasanya bungah hati.. senang.. (etapiii, siap-siap susah lagi yaa..!).
Menurut Ki Suryomentaram, Jika bungah dan susah dipahami sebagai sebuah proses yang alami, maka tidak ada yang namanya penyesalan. Semua lewat begitu saja. "Bungah, yo bungaho" (senang yang silakan senang saja), "nek susah, yo diwasno" (jika susah ya diamati saja).

Jika sekarang dibayangkan, maka perjalanan 36 jam itu rasanya beraaat sekali. Engganlah jika disuruh mengulangi kembali. Bayangkan saja, perjalanan panjang itu harus dilewati dengan kondisi AC mobil yang trouble. Hadeeeuh.. gak kurang-kurangnya cobaan dan tantangan hidup kami kaan...

Tapiiiii, dengan segala halangan dan kesulitan di atas, keajaiban yang kami temui juga buaanyaaaak sekali. (#count_the_blessings)
- Sebut saja ditunjukkan jalan oleh orang tidak dikenal, melewati sawah dan perumahan, bahkan dia sempat menyingkirkan halangan di tengah jalan. Tapi tiba-tiba di ujung jalan orang tersebut menghilang.
- Masuk di POM bensin yang antriannya sudah mengular, tetapi karena ketidaktahuan kami, malah kami masuk di antrian depan.
- Ketika kami berniat melewati jalur selatan, tetiba ada peluang dan arahan untuk menuju ke sana.
- Dari antrian yang panjang, tau-tau ada 4-5 anak usia SMP menyuruh kami mengambil belokan untuk sampai di tempat di depan kami.
- Ditunjukkan jalan alternatif oleh penduduk setempat, tetapi karena sepi tidak ada yang melewati maka sempat bingung lewat mana. Tetiba, muncul angkot dan ketika kita tanyakan arah, dia minta kita mengikutinya.

Kalau bukan malaikat, saya gak tahu lagi menyebutnya dengan apa... Semua mereka ini adalah malaikat penjaga kami sekeluarga.
Maka tak henti-henti kami mengucap syukur pada Tuhan. Puji Tuhan.

Jika Tuhan melindungi saya dan keluarga saya, maka Dia pun akan melindungi kita semua. Dia akan melindungi dan memberkati negara kita Indonesia. Tuhan tidak akan menjauh dan menutup mata dari semua peristiwa yang terjadi. Tuhan tidak akan tinggal diam.



#NKRI #BerkahAllah #PerlindunganAllah #PenyelenggaraahIlahi


***










Sabtu, 22 April 2017

Kebahagiaanmu adalah TanggungJawabmu sendiri


"Berhentilah mengharapkan orang lain membuatmu bahagia. Kamu hanya akan menantinya seumur hidupmu dan kecewa" (Jeff Foster).






 

Image result for jeff foster quotes
Just be happy, because nothing can make you happy.

Kutipan di atas memang sangat relevan. Saat ini ketika semua hal terasa sangat cepat, instan dan mudah diperoleh, justru sebetulnya menjauhkan kita pada hal yang esensial, hal yang justru penting dan kita butuhkan untuk dapat bahagia.

Para ilmuwan psikologi barat sudah merumuskan teori-teori mengenai kebahagiaan. Bapak Abe (Abraham Maslow) menyebutkan lima tangga kebutuhan yang dapat mengarahkan seseorang mencapai kebahagiaan. Dia mengatakan: "What a man can be, he must be." Apapun yang diinginkan seseorang untuk dia capai, pasti dapat dicapainya. Itulah yang dinamakan Aktualisasi Diri, level tertinggi dalam tangga kebutuhan Maslow.

Teori hierarki kebutuhan ini memang tidak keliru dalam mendefinisikan kebahagiaan, jika dilihat dalam konteks kepuasan hidup. Coba saja perhatikan kata: 'Apapun yang diinginkan seseorang...'

Berkaitan dengan filsafat Plato yang mengatakan bahwa Soul (Jiwa) terbagi menjadi tiga bagian, logistikon (logika), thymoeides (spirit) dan epithymetikon (appetite/ desire). Maka kebahagiaan jiwa terkait dengan terpenuhinya keinginan menjadi hanya pemenuhan salah satu peran soul, yaitu bagian yang terkait dengan appetite atau desire.
Pertanyaan selanjutnya dari ini, 'Bagaimana jika keinginanmu tidak tercapai?'

"Tentu saja aku tidak (atau belum bisa) bahagia."

Lalu betulkah bahagia harus beralasan?
Bagaimana bayi yang baru lahir dapat merasakan bahagia? Bagaimana bisa bahagia, jika mereka belum apa-apa? Belum jadi apa-apa. Belum punya apa-apa.
Jadi kapan bahagia dapat mulai diukur?

Bagaimana menjelaskan seorang tukang koran yang selalu tersenyum ketika mengantarkan koran, sedangkan di tempat lain ada seorang bapak parlente bermobil mewah, wajahnya sering terlihat ditekuk seperti sedang berpikir keras.

Maka di sinilah pandangan barat (menurut saya) masih belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.


Maka marilah kita mulai dengan melihat kedua sudut pandang Ilmu Barat dan Timur mengenai kebahagiaan.
Pandangan Barat menganggap "More is better".
Pandangan ini melihat kebahagiaan dari apa yang sudah diperoleh,. Dan seberapa banyak perolehan itu. Sebagai contoh, pekerjaan yang bergaji besar, kedudukan yang tinggi di tempat kerja, memiliki bawahan banyak, merk jam tangan yang digunakan, berapa banyak negara yang sudah didatangi, mobil atau pemilikan lain yang memiliki spec tinggi atau siapa saja orang-orang terkenal yang sudah berfoto denganku.

Konsekwensi dari pandangan kebahagiaan ala Barat di atas, adalah Kebahagiaan berorientasi ke luar. Selalu ada alasan agar saya dapat bahagia. Misalnya saja, mendapatkan uang yang banyak dulu baru saya bisa bahagia; Bisa keliling dunia dulu, setelah itu pasti saya dapat berbahagia; atau bahkan alasan seperti Saya akan berbahagia jika sudah dapat mengajak haji orangtua saya. 
Alasan-alasan seperti ini tampaknya menjadi alasan yang tepat untuk dapat membuat orang bahagia. Tetapi jika kita ulik lagi, itu semua bukanlah essensi kebahagiaan. Jika mensyaratkan sesuatu, maka kebahagiaan justru sulit datang dan menghampiri.

Lalu bagaimana pandangan Timur memandang kebahagiaan? Mereka berprinsip "Less is better." Filosofi Timur menganggap bahwa sumber dari segala kebahagiaan sudah ada di dalam diri setiap manusia. Mereka tinggal perlu membangunkan kesadaran diri, bahwa semua kelimpahan tersebut semestinya sudah mereka miliki.

Kesadaran diri menjadi kunci bagi munculnya kebahagiaan. Maka menurut pandangan Timur, Kebahagiaan berorientasi ke dalam. Mereka percaya bahwa tidak ada satu hal pun di luar diri yang bertanggung jawab terhadap munculnya rasa bahagia. Semuanya sudah ada di dalam, semuanya sudah tersedia, tinggal sekarang sadar atau tidakkah kita untuk melihat itu semua.
Kesehatan yang cukup baik, adanya keluarga yang dapat menemani, makanan dan rejeki yang cukup, punya pekerjaan yang cukup baik, dapat bebas menuangkan pikiran dan perasaan, dapat bebas beribadah, ada rumah tempat berteduh. Itu semua semestinya sudah cukup memberikan perasaan bersyukur yang mengarah pada munculnya rasa bahagia.


***



Refleksi tahun 2016

Meskipun tahun 2017 sudah masuk di bulan ke-4 bahkan hampir tengah tahun, tidak ada salahnya untuk mulai kembali #menghitung_berkat (#count_blessings) yang sudah didapat sepanjang tahun 2016. 

1. 10 hal yang perlu disyukuri tahun lalu

Keluarga Sehat (buktinya jatah medical reimbursement masih banyaak, Puji Tuhan), Bisa jalan-jalan keluarga dengan selamat dan menyenangkan, keajaiban-keajaiban sepanjang jalan mudik 2016 (cerita lengkap di bagian lain), Atha sehat dan makin membaik reaksi alerginya, pintu rejeki terbuka lebar, Rumah Gedawang selesai renovasi dan semoga membawa berkah, kembali berkutat dengan bidang yang disukai, masih punya energi, rejeki dan semangat untuk belajar.

2. Pengalaman luar biasa di tahun 2016

Tahun 2016 bulan Januari lalu persis di tahun baru, Keluarga La Kahija akhirnya mengadakan acara syukuran selesainya pembangunan rumah di Gedawang-Semarang
Pembangunan rumah berlangsung selama kurang lebih satu tahun sejak November 2014. Begitu banyak 'cerita' selama pembangunan rumah. Dimulai dari tukang yang harus berganti sampai 3 kali, budget yang membengkak, dan pertimbangan-pertimbangan yang muncul on-the-spot di luar rencana tapi justru membawa berkah
Rumah ini ingin kami jadikan sebagai rumah sehat, atau rumah yang mampu memberikan efek healing untuk siapapun yang datang. Amin, semoga direstui Gusti. 




3. Pengalaman kurang menyenangkan di 2016

Adalah waktu dimana rasanya, sakit hatiii banget ketika dibohongi salah satu karyawan yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. 
Tapi sudahlah, semua orang punya 'paket'annya sendiri-sendiri. Setiap orang punya PRnya sendiri. Mungkin PR saya ya itu.. 

4. Pembelajaran
Tahun 2016 merupakan tahun #Panggilan_Pribadi (#my_true_calling). Saya seperti dikembalikan kepada niat awal belajar psikologi. Terimakasih kepada salah satu #mantanboskesayangan yang sudah membuka kesempatan baru ini buat saya. Peluang ini bukan saja memberikan saya excitement baru, tetapi juga mengembalikan saya pada alasan saya hidup.
Masih banyak yang harus kembali saya pelajari. Tidak apa, selama semangat saya masih meluap dan berlimpah. Karena saya yakin, yang saya lakukan menjadi kontribusi saya dan ini membawa kebaikan dan keberkahan bagi saya dan orang-orang di sekitar saya. 

5. Tantangan di tahun baru (Tahun 2017)
Pindah rumah? 
Resign dari kantor?
Kerja dari rumah?
Punya bisnis baru?

Image result for the hardest step is the first one


Semoga next chapter, udah bisa buat timeline yang pasti terkait dengan tantangan-tantangan baru itu. 


***



Article: Mari Bicara Stres

Stres bukanlah sesuatu yang sekedar 'kita lalui'.  Stres sesungguhnya adalah pengalaman fisiologis pada tubuh fisik kita. Saat ada ...